DEWI MAUT JILID 188

 Akan tetapi, seperti juga dengan Kok Beng Lama, ketika pendekar sakti ini berhasil “memasukkan” pukulannya dan dengan tepat berhasil menghantam mereka, baik Mo-ko maupun Mo-li hanya terpelanting dan bergulingan saja, kemudian meloncat bangun lagi sambil tertawa dan menyerang lebih hebat lagi!

Cia Keng Hong menjadi terkejut sekali. Sebagai seorang ahli silat kelas tinggi, maklumlah dia bahwa dua orang lawannya itu telah memiliki ilmu kekebalan yang mujijat! Biasanya, ilmu kekebalan yang mujijat seperti itu diperoleh dengan cara yang tidak lumrah, dengan ilmu yang mendekati ilmu hitam yang mengerikan dan biasanya hanya dapat dipecahkan kalau orang menguasai rahasianya. Setiap ilmu kekebalan yang didapat secara tidak wajar melalui ilmu hitam pasti ada rahasia kelemahannya, dan tanpa mengetahui akan rahasia kelemahan itu, sukarlah melukai mereka!

Pada saat itu, Pek-hiat Mo-ko menghantamkan tongkatnya ke arah kepala Cia Keng Hong dari samping kanan, sedangkan dari kiri Hek-hiat Mo-li menusukkan ujung tongkat dengan totokan-totokan maut ke arah lambung. 

Cia Keng Hong cepat menggerakkan kakinya, menggeser kedudukan tubuhnya dan secepat kilat dia menangkis dengan lengannya, bukan menangkis tongkat melainkan langsung menangkis lengan Pek-hiat Mo-ko dengan mendorongkan tubuhnya ke depan.

“Plakk!” 

Cia Keng Hong terpaksa menggunakan ilmunya yang paling dirahasiakan dan yang jarang dikeluarkan karena limu ini memang amat mujijat, yaitu Thi-khi-i-beng! 

Seperti kita ketahui, di dunia pada waktu itu hanya ada dua orang saja yang menguasai Thi-khi-i-beng, yaitu pertama Cia Keng Hong dan kedua adalah Yap Kun Liong, karena, hanya kepada Yap Kun Liong saja ketua Cin-ling-pai ini menurunkan ilmu mujijat itu. Bahkan dua orang anaknya, Giok Keng dan Bun Houw, tidak diwarisi ilmu itu. 

Tentu saja dibandingkan dengan Thi-khi-i-beng yang dimiliki Kun Liong, tenaga Cia Keng Hong jauh lebih kuat. Maka begitu kedua lengan bertemu, Pek-hiat Mo-ko terkejut bukan main karena lengannya melekat dan ada tenaga sedot yang luar biasa dari lawan, yang menyedot tenaga sin-kangnya. Akan tetapi, kakek bermuka putih ini segera menghentikan pengerahan tenaga sin-kangnya dan sebagai gantinya, dia mengeluarkan ilmu kebalnya dan... daya sedot dan tempel itu lenyaplah!

Cia Keng Hong terkejut bukan main! Tadinya dia tahu bahwa di dunia hanya ada tiga orang tokoh yang mampu menghadapi Thi-khi-i-beng, bahkan mampu membuyarkan tenaga Thi-khi-i-beng. Pertama adalah mendiang Tiang Pek Hosiang yang telah meninggal dunia, kedua adalah Bun Hwat Tosu, dan ketiga adalah Kok Beng Lama. Siapa tahu, kini agaknya kakek dan nenek inipun menguasai ilmu kekebalan yang dahsyat membuyarkan tenaga Thi-khi-i-beng pula!

Tidak ada seorangpun yang berani maju membantu Cia Keng Hong karena dalam hal pertandingan mengadu ilmu seperti itu, bantuan merupakan penghinaan bagi yang dibantu. 

Akan tetapi Kok Beng Lama yang sejak tadi menonton dengan penuh perhatian, maklum bahwa ilmu kekebalan dua orang kakek dan nenek iblis itu agaknya juga membuat ketua Cin-ling-pai yang lihai itu kewalahan. Dia sendiri tadi sudah merasakan kehebatan kakek dan nenek iblis itu, maka dia dapat menduga bahwa tanpa dibantu, agaknya ketua Cin-ling-pai itu mungkin sekali akan kalah!

“Ha-ha-ha!” Kok Beng Lama tertawa. “Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li agaknya bukan hanya mengandalkan ilmu kekebalan dari iblis itu, akan tetapi juga mengandalkan kecurangan dan sifat pengecut mereka. Mereka maju berdua menghadapi seorang lawan, sungguh kakek dan nenek tua bangka hampir mampus yang tidak tahu malu sama sekali!” 

Suara raksasa dari Tibet ini memang keras dan nyaring sekali, terdengar sampai jauh dan memasuki telinga kakek dan nenek itu seperti ratusan jarum yang menusuk langsung ke jantung. 

Pek-hiat Mo-ko yang cerdik maklum bahwa pendeta Lama itu sengaja hendak membakar hati mereka, maka dia menulikan telinga dan diam saja tidak menjawab, melainkan mendesak Cia Keng Hong dengan tongkatnya. 

Akan tetapi tidak demikian dengan Hek-hiat Mo-li. Nenek ini merasa bahwa ilmu kekebalannya cukup dapat diandalkan dan sudah dibuktikan ketika dia menghadapi lawan-lawan tangguh seperti Kok Beng Lama dan Cia Keng Hong. Memang, dalam hal ilmu silat, agaknya dia dan Pek-hiat Mo-ko tidak dapat menandingi ketua Cin-ling-pai atau pendeta Tibet itu, akan tetapi dengan perlindungan ilmu kekebalan mereka, musuh-musuh itu dapat berbuat apakah? Hal ini membesarkan hatinya dan mendengar ejekan dan penghinaan Kok Beng Lama, dia tidak dapat menahan kemarahannya.

“Pendeta gundul! Siapa takut padamu? Majulah kalau sudah bosan hidup!” tantangnya.

“Ha-ha-ha! Ketua Cin-ling-pai, aku sama sekali bukan membantumu, akan tetapi aku malu karena aku ditantang oleh nenek gila itu, ha-ha.” 

Kok Beng Lama sudah melangkah lebar dan memasuki gelanggang pertempuran. Tentu saja Cia Keng Hong tidak bisa melarang dan biarpun dia merasa kurang senang karena masuknya Kok Beng Lama seolah-olah menurunkan kehormatannya, seolah-olah dia telah kewalahan, namun sesungguhnya memang harus diakui bahwa tanpa dibantu oleh Kok Beng Lama, agaknya tidak mungkin dia dapat mengalahkan kakek dan nenek yang kebal dan tidak dapat terluka ini.

Pada saat itu, terdengarlah suara keras disusul suara bangunan roboh dan debu mengebul tinggi! Suara hiruk-pikuk ini datangnya dari perkampungan Lembah Naga dan semua orang menengok dan otomatis pertempuran itupun terhenti. Dan di antara debu-debu yang mengebul tinggi, muncullah dua orang laki-laki dan wanita. Mereka ini ternyata adalah Cia Bun Houw dan Yap In Hong yang datang sambil bergandengan tangan! Wajah mereka berseri-seri dan agak kemerahan, dua pasang mata itu mencorong aneh.

“Omitohud...! Mereka berhasil menyatukan Thian-te Sin-ciang sampai di puncaknya!” seru Kok Beng Lama dengan kagum dan juga heran. 

Dari pandang mata dua orang muda itu pendeta Lama ini tentu saja dapat mengenal pancaran Ilmu Thian-te Sin-ciang. Dan memang benarlah apa yang disangkanya itu. Seperti telah kita ketahui, Cia Bun Houw dan Yap In Hong setelah terbebas dari malapetaka yang akan mencemarkan nama dan kehormatan mereka, lolos dari racun pembangkit nafsu berahi di dalam kamar tahanan, Cia Bun Houw lalu menyalurkan tenaga Thian-te Sin-ciang, melatih dan memperkuat tenaga yang telah dimiliki In Hong. 

Ketika diam-diam Yap Mei Lan datang ke kamar tahanan, mereka berdua masih melatih diri dan menghimpun tenaga Thian-te Sin-ciang dengan duduk berhadapan dalam keadaan bersila dan kedua telapak tangan mereka saling bertemu dan menempel, Mei Lan dapat menyelinap ke tempat tahanan karena semua anak buah Lembah Naga sudah keluar dan siap menghadapi musuh yang datang menyerbu. Karena Mei Lan tidak berhasil menyadarkan mereka dari luar pintu kamar tahanan, maka terpaksa Mei Lan lalu meninggalkan sehelai daun yang sudah dia tulisi dan meninggalkan tempat itu.

Ketika itu, sudah sehari semalam Bun Houw dan In Hong menghimpun tenaga dan akhirnya mereka merasa bahwa tenaga Thian-te Sin-ciang telah mencapai tingkat yang amat tinggi, terasa sampai ke ubun-ubun kepala mereka. Maka, mereka menghentikan latihan itu dan begitu mereka sadar, mereka mendengar suara ribut-ribut di luar kamar tahanan. 

Suara itu terdengar agak jauh, namun kini pendengaran mereka ternyata menjadi jauh lebih tajam sehingga seolah-olah mereka mendengar semua yang terjadi di luar itu seperti di dekat mereka saja, bahkan Bun Houw mengenal hawa pukulan ayahnya yang bertanding melawan dua orang kakek dan nenek iblis itu.

“Eh, lihat ini...!” kata In Hong sambil memungut daun yang berada di kamar itu. 

Kiranya itulah daun yang ditinggalkan oleh Mei Lan dengan menyelipkannya di antara celah di bawah pintu kamar tahanan yang kokoh kuat itu. Mereka cepat membaca tulisan di atas daun yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa, namun cukup jelas untuk dibaca.

“Kelemahan Hek Pek berada di antara lutut ke bawah.”

Hanya itulah kata-kata yang tercoret di atas daun, akan tetapi sudah cukup bagi Bun Houw dan In Hong. 

“Entah siapa yang menulis ini dan entah benar ataukah hanya bohong, akan tetapi kita harus keluar dari sini sekarang juga, Hong–moi!”

==============
Hek I Siankouw juga menghadapi lawan yang terlalu berat baginya, yaitu pendekar Cia Keng Hong ketua Cin-ling-pai! Biarpun dia telah memainkan pedang hitamnya dengan sekuat tenaga, juga kadang-kadang dia menipersiapkan Hek-tok-ting (Paku Beracun Hitam) yang berbahaya itu, namun dia tidak banyak berdaya menghadapi ketua Cin-ling-pai ini. 

Padahal pendekar sakti ini sama sekali tidak mempergunakan senjata, hanya menggerakkan kedua tangan dan kaki untuk menghadapi nenek berpakaian hitam ini. Pedang hitam di tangan Hek I Siankouw mengeluarkan suara berdesing ketika menyambar-nyambar ganas, namun semua sambaran itu dapat dielakkan oleh Cia Keng Hong dengan mudah, dan kalau sekali-kali ada sinar hitam paku beracun menyambar, paku itu tahu-tahu sudah dapat dijepit oleh jari-jari tangan ketua Cin-ling-pai itu dan dikembalikan kepada pemiliknya, membuat Hek I Siankouw terkejut dan hampir termakan oleh senjata rahasianya sendiri sehingga setelah tiga kali selalu berakibat membahayakan dirinya sendiri, dia tidak berani lagi menggunakan paku-paku beracun dan hanya mainkan pedang hitamnya dengan mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya.

Ang-bin Ciu-kwi juga menghadapi lawan yang terlalu tangguh bagiriya, yaitu Yap Kun Liong, dan isterinya, Coa-tok Sian-li diserang dengan hebat oleh Cia Giok Keng yang dibantu oleh Tio Sun. Tentu saja suami isteri ini menjadi repot sekali dan hanya mampu menangkis dan mempertahankan diri saja tanpa dapat membalas sedikitpun juga. 

Sementara itu, Tio Hok Gwan, komandan pasukan, dibantu oleh Souw Kwi Beng dan semua anggauta pasukan, bahkan nampak pula Lie Seng mengamuk bahu membahu dengan Yap Mei Lan, menghadapi para anggauta Lembah Naga yang berkelahi dengan nekat dan mati-matian sungguhpun mereka terdesak hebat dan satu demi satu mereka roboh oleh fihak lawan yang lebih banyak dan lebih kuat itu.

Di antara para tokoh Lembah Naga, yang lebih dulu roboh adalah Bouw Thaisu. Kedua ujung lengan bajunya dapat ditangkap oleh cengkeraman tangan Kok Beng Lama yang tertawa bergelak dan ketika Bouw Thaisu mengerahkan tenaganya sehingga ujung lengan bajunya terobek dan kedua telapak tangannya menghantam dada Kok Beng Lama, pendeta raksasa ini sambil tertawa juga mendorongkan kedua telapak tangannya. 

Dua pasang telapak tangan yang penuh dengan tenaga sin-kang itu bertemu di udara. Hebat bukan main getaran hawa yang terasa oleh semua orang yang sedang bertempur. Bumi seolah-olah guncang dibuatnya. Tubuh Bouw Thaisu tergetar hebat seperti orang sakit demam, kemudian dia terhuyung ke belakang, kedua tangan memegang dadanya, dari mulutnya keluar darah segar dan dia terpelanting dan roboh miring di atas tanah dengan nyawa putus! Kok Beng Lama tertawa bergelak lalu berkata, 

“Omitohud, kedua tanganku kembali berlepotan darah...!”

Tidak lama setelah Bouw Thaisu roboh, menyusul Hek I Siankouw yang roboh dengan pedang hitam menembus dadanya sendiri! Ketika dia menyerang dengan jurus nekat, yaitu seluruh tubuh mendoyong dan pedangnya menusuk ke arah dada Cia Keng Hong, pendekar sakti ini terkejut. Serangan itu hebat bukan main dan penuh dengan tenaga sakti karena nenek itu sudah nekat, mengerahkan seluruh tenaganya dan didorong oleh loncatan tubuhnya. 

Cia Keng Hong maklum bahwa kalau mengelak, dia menghadapi bahaya, maka dia lalu mengerahkan tenaga sakti di kedua tangannya lalu dia menangkis dari samping sambil mengeluarkan lengkingan keras. Itulah sebuah jurus dari Thai-kek-sin-kun. Tangkisan ini mengandung kekuatan yang demikian dahsyatnya sehingga ketika mengenai pedang maka pedang itu membalik dengan cepatnya dan menusuk dada Hek I Siankouw sendiri sampai tembus di punggung! 

Tentu saja nenek itu terjengkang roboh dan tewas seketika. Cia Keng Hong berdiri terbelalak memandang. Dia tidak sengaja membunuh nenek itu dan dia menarik napas panjang, merasa ngeri dan menyesal mengapa dalam usia tuanya dia masih harus membunuh orang sengeri itu keadaanya.

Ang-bin Ciu-kwi yang kasar itupun roboh tewas oleh tamparan tangan kiri Kun Liong, sedangkan isterinyapun roboh dan tewas oleh pedang di tangan Cia Giok Keng setelah hampir saja wanita perkasa ini menjadi korban jarum racun ular yang dilepas oleh Coa-tok Sian-li.

Sedangkan pasukan Lembah Naga tinggal sedikit lagi yang masih bertahan, namun mereka terdesak hebat dan tak lama kemudian, orang terakhir dari merekapun roboh. 

Memang hebat sekali pasukan yang diberikan oleh Raja Sabutai kepada gurunya itu, karena pasukan itu merupakan pasukan berani mati yang melawan musuh sampai orang terakhir roboh dan tidak ada seorangpun di antara mereka yang melarikan diri sungguhpun mereka sudah dari tadi tahu bahwa fihak mereka sudah pasti kalah.

Kini tinggal kakek dan nenek iblis itu saja yang ternyata masih sanggup bertahan melawan Bun Houw dan In Hong! 

SELANJUTNYA 

Komentar