DEWI MAUT JILID 187

 Sekali ini keadaan Mei Lan benar-benar terancam bahaya besar. Dia terhuyung dan roboh terlentang ketika pahanya kena tendangan dan agaknya orang-orang kasar itu sambil menyeringai bermaksud menubruk dan memperebutkan gadis cilik yang cantik itu.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara melengking yang amat luar biasa dan akibatnya, enam orang kasar itu terguling roboh semua! Mereka itu roboh bukan hanya mendengar suara melengking yang amat hebat itu, melainkan karena sambaran angin yang seperti badai mengamuk.
“Suhu...!” Lie Seng berteriak girang. “Suhu, lekas tolong enci Mei Lan!”
Ternyata yang muncul itu adalah Kok Beng Lama! Dengan kedua lengannya yang besar, didahului oleh lengan bajunya yang lebar dan setiap digerakkan mendatangkan angin yang amat kuat, Kok Beng Lama mengamuk. Setiap kali dia menggerakkan tangan, tentu ada dua tiga orang anak buah Lembah Naga yang terpelanting, dan kakek gundul ini tertawa-tawa seperti seorang raksasa mempermainkan sekumpulan anak-anak nakal!
“Kok Beng Lama, bagus engkau datang menyerahkan nyawa!” tiba-tiba terdengar bentakan keras dan muncullah Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li yang langsung saja menerjang kepada Kok Beng Lama dengan hebat. 
Agaknya sekali ini dua orang kakek dan nenek itu tidak hanya mengandalkan dua tangan mereka yang ampuh, melainkan langsung mereka menggunakan sebatang tongkat butut untuk menyerang Kok Beng Lama yang mereka tahu amat sakti, bahkan mereka pernah dihajar jatuh bangun oleh pendeta Lama jubah merah ini. 

Tongkat butut mereka adalah senjata mereka yang amat berbahaya dan begitu kedua orang kakek dan nenek ini menyerang, Kok Beng Lama hanya mengeluarkan suara ketawa satu kali karena dia harus menggerakkan kedua lengannya dengan pengerahan tenaga sepenuhnya untuk membendung banjir serangan dari dua orang kakek dan nenek yang lihai itu.

“Enci Mei Lan, lekas bebaskan aku. Aku harus membantu suhu!” 

Lie Seng berteriak dan sekali ini Mei Lan lari menghampiri Lie Seng dan akhirnya, karena ikatan kedua tangan Lie Seng tidak sekuat ikatan di tangan dua orang pemuda itu, dia dapat membebaskan Lie Seng. Bocah ini bersorak dan lalu menyerbu ke depan, ikut mengamuk melawan anak buah Lembah Naga!

Akan tetapi, Mei Lan merasa sukar untuk dapat membebaskan Tio Sun dan Kwi Beng karena kini dari pusat Lembah Naga, agaknya mengikuti munculnya Hek-hiat Mo-li dan Pek-hiat Mo-ko, muncul pula sisa anak buah Lembah Naga yang amat banyak sehingga jumlah mereka kini ada seratus orang, dikurangi mereka yang sudah roboh oleh amukan Cia Giok Keng dan Yap Kun Liong. Mei Lan harus membela diri pula karena sudah ada beberapa orang yang mengurungnya dan menyerangnya.

Pertandingan itu berlangsung hebat bukan main, terutama sekali antara Kok Beng Lama yang dikeroyok dua oleh Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li. Beberapa kali pukulan Thian-te Sin-ciang yang menjadi pukulannya paling ampuh, berhasil mengenai tubuh dua orang pengeroyoknya. 

Pukulan ini pula yang dulu pernah dia pergunakan untuk menghajar dua orang manusia iblis itu. Akan tetapi sekali ini, Kok Beng Lama terkejut bukan main. Setiap kali terkena tamparan Thian-te Sin-ciang, kakek atau nenek itu memang terpelanting dan bergulingan sampai jauh, akan tetapi cepat meloncat bangun kembali dan agaknya sama sekali tidak terluka!

“Ha-ha-ha, Lama yang hampir mampus! Pukulanmu tidak dapat melukai kami lagi!” 

Pek-hiat Mo-ko berseru sambil tertawa mengejek, lalu menyerang lagi dengan hebatnya.

Tentu saja Kok Beng Lama menjadi terkejut dan heran, juga penasaran. Dia mengerahkan semua tenaganya dan kembali menggunakan Thian-te Sin-ciang. Dua orang kakek dan nenek itu berusaha mengelak dan beberapa kali mereka berbasil, akan tetapi akhirnya mereka terkena juga oleh pukulan sakti itu dan keduanya seperti daun kering tertiup angin, terlempar dan terguling-guling. Akan tetapi, kembali mereka bangkit sambil tertawa-tawa tanpa menderita luka sedikitpun. 

Kini mengertilah Kok Beng Lama bahwa dua orang lawannya itu benar-benar telah menciptakan ilmu yang amat mujijat dan tubuh mereka telah terlindung oleh kekebalan yang bahkan tidak dapat ditembus oleh tenaga Thian-te Sin-ciang. Kok Beng Lama yang melihat betapa kini mata kiri Hek-hiat Mo-li telah rusak dan buta, maklum bahwa agaknya hanya di bagian mata saja dari dua orang itu yang tidak kebal, maka dia kini selalu mengarahkan serangannya kepada mata mereka. 

Akan tetapi, tentu saja dua orang itu sudah melindungi mata mereka dan amat sukarlah bagi Kok Beng Lama kalau hanya menyerang ke arah mata saja sedangkan dua orang lawannya membalas dengan serangan-serangan tongkat mereka yang ampuh ke seluruh bagian tubuhnya. 

Dan kakek raksasa dari Tibet ini harus mengakui bahwa bagi dia, yang kebal dan berani menerima senjata pusaka lawan hanyalah kedua lengannya, sedangkan tubuh bagian lain tentu saja tidak berani menerima totokan-totokan tongkat yang amat berbahaya itu. Dengan sendirinya, karena kurang sasaran, dia mulai terdesak hebat oleh kakek dan nenek iblis itu.

Juga Kun Liong dan Giok Keng terdesak hebat saking banyaknya fihak lawan yang mengeroyok. Bahkan Kun Liong sendiri yang sudah amat tinggi ilmunya, menjadi kewalahan menghadapi pengeroyokan banyak orang pandai dan pendekar ini makin khawatir menyaksikan keadaan yang berbahaya itu, apalagi setelah dia melihat bahwa di situ terdapat puterinya dan Lie Seng yang bagaimanapun juga harus dapat diselamatkan keluar dari tempat itu.

Tiba-tiba terdengar sorak-sorai yang gegap gempita dan muncullah pasukan yang langsung menyerbu tempat pertempuran dan menyerang anak buah Lembah Naga. Kiranya itu adalah pasukan pengawal dari kota raja, dipimpin oleh komandan pasukan pengawal Kim-i-wi (Pasukan Pengawal Berbaju Emas), yaitu Lee Cin, dan dibantu pula oleh seorang tokoh pengawal tua yang dahulu amat terkenal, yaitu Tio Hok Gwan ayah dari Tio Sun!

Tentu saja Tio Sun dan Kwi Beng girang bukan main melihat datangnya pasukan ini, apalagi Tio Sun yang juga melihat ayahnya datang membantu. Dua orang pemuda ini terharu juga ketika melihat bahwa pasukan itu mempunyai seorang penunjuk jalan yang bukan lain adalah gadis cantik yang buntung lengan kirinya sebatas pergelangan tangan, yaitu Liong Si Kwi!

Memang sesungguhnya Si Kwi yang menjadi penunjuk jalan. Gadis ini bertemu dengan rombongan pasukan itu di luar Padang Bangkai dan segera dia menemui komandan pasukan itu, menceritakan tentang keadaan Lembah Naga dan tentang bahayanya melalui Padang Bangkai. Maka dia sendiri lalu menjadi penunjuk jalan sehingga semua pasukan dapat melalui Padang Bangkai dengan selamat dan tiba di Lembah Naga sewaktu di situ terjadi pertempuran hebat itu. Andaikata tidak ada penunjuk jalan ini, agaknya akan banyak perajurit yang menjadi korban keganasan tempat-tempat berbahaya di Padang Bangkai.

Hek I Siankouw marah sekali melihat bahwa muridnya yang menjadi penunjuk jalan bagi pasukan pemerintah itu, akan tetapi dia tidak dapat melampiaskan kemarahannya karena kini keadaannya menjadi berubah sama sekali. Jumlah pasukan pemerintah itu seratus lima puluh orang dan mereka adalah pasukan Kim-i-wi yang yang terdiri dari perajurit-perajurit pengawal pilihan dan rata-rata memiliki kepandaian yang tinggi. Maka begitu mereka menyerbu, pasukan anak buah Lembah Naga segera terdesak hebat.

Kini, dengan bantuan Si Kwi, Mei Lan berhasil membebaskan Tio Sun dan Kwi Beng, dan dua orang pemuda itu segera terjun ke dalam gelanggang pertempuran, mengamuk dengan hebatnya! Juga Mei Lan tidak tinggal diam, mendampingi Lie Seng mengamuk pula. Hanya Si Kwi yang menjauh dan tidak ikut dalam pertempuran, karena bagaimanapun juga, dia merasa sungkan kepada subonya, dan menjauhkan diri, hanya menonton dengan hati tegang.

Munculnya pasukan Kim-i-wi membuat pertandingan antara tokoh-tokoh kedua fihak menjadi seimbang dan makin seru. Kun Liong yang tahu akan kelihaian Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li, sudah menerjang dan membantu ayah mertuanya, Kok Beng Lama sehingga kakek dan nenek itu terpecah menjadi dua. 

Kun Liong melawan Hek-hiat Mo-li sedangkan Kok Beng Lama melawan Pek-hiat Mo-ko. Bouw Thaisu dihadapi oleh Giok Keng yang dibantu Kwi Beng, sedangkan Hek I Siankouw berhadapan dengan Ban-kin-kwi Tio Hok Gwan yang dibantu oleh puteranya sendiri, Tio Sun. Sedangkan Ang-bin Ciu-kwi dan isterinya, Coa-tok Sian-li, mengamuk dikeroyok oleh pasukan Kim-i-wi.

Perang kecil antara anak buah Lembah Naga melawan pasukan Kim-i-wi terjadi berat sebelah dan fihak anak buah Lembah Naga mulai berjatuhan. Hanya pertandingan antara para tokoh masih berlangsung seru dan ramai sekali karena keadaan mereka seimbang. 

Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara yang halus namun amat berwibawa dan suara ini menembus semua suara hiruk pikuk pertempuran itu, seolah-olah datang dari angkasa. 

“Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li, tahan senjata! Para cu-wi sekalian, harap mundur dan biarkan saya menyelesaikan urusan pribadi dengan mereka!”

Mendengar suara yang penuh wibawa dan halus ini, Kok Beng Lama sudah meloncat mundur dan terdengar suaranya yang mengguntur, 

“Semua mundur, biarkan ketua Cin-ling-pai bicara dengan mereka!”

Suara Pendekar Sakti Cia Keng Hong tadi ditambah dengan suara Kok Beng Lama ini cukup berpengaruh untuk membuat semua yang bertanding mundur dengan sendirinya, terbagi menjadi dua kelompok. 

Cia Keng Hong yang sudah berada di situ kini melangkah maju dan berkata dengan suara lantang, 

“Pek-hiat Mo-ko, bukankah engkau dan Hek-hiat Mo-li mengharapkan kedatanganku?”

Dari fihak Lembah Naga muncul Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li, membawa tongkat butut mereka dan memandang kepada pendekar sakti itu dengan sinar mata marah karena kedua orang kakek dan nenek ini memang marah sekali menyaksikan betapa fihaknya menderita banyak kerugian dalam pertempuran tadi.

“Ketua Cin-ling-pai, engkau mau bicara apa?” bentak Pek-hiat Mo-ko.

Cia Keng Hong dengan sekilas pandang saja sudah melihat bahwa fihaknya sebetulnya lebih kuat, apalagi di situ terdapat Kok Beng Lama dan Yap Kun Liong, juga terdapat pasukan Kim-i-wi yang kuat dan banyak jumlahnya. Akan tetapi, dia tidak ingin melihat banyak orang menjadi korban dan terlibat dalam urusan ini, maka dia lalu berkata, 

“Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li, tadinya, mendengar bahwa kalian telah menahan Siang-bhok-kiam sebagai pusaka Cin-ling-pai, saya menganggap bahwa kalian sengaja hendak menentang dan menantang kami dari fihak Cin-ling-pai. Akan tetepi, kalian kemudian menculik Yap In Hong dari kota raja. Apakah sesungguhnya maksud hati kalian? Kalau hanya untuk urusan Siang-bhok-kiam dan kalian maksudkan untuk menantang kami, tidak perlu kita mengorbankan banyak orang, cukup hal ini diselesaikan di antara kita saja. Oleh karena itu, sebelum pertempuran berlarut-larut, saya datang dan minta agar engkau suka membebaskan Yap In Hong dan tentang Siang-bhok-kiam, mari kita perebutkan dengan adu kepandaian.”

“Hemm, orang she Cia! Memang sesungguhnya kami sudah lama mengharapkan kedatanganmu! Memang kami menahan Siang-bhok-kiam untuk mencoba sampai dimana kelihaian ketua Cin-ling-pai. Akan tetapi bukan untuk itu saja! Kami menahan nona Yap untuk menentang semua pembantu mendiang The Hoo, musuh besar kami. Karena dia sudah mati, maka biarlah semua bekas pembantu dan sahabatnya mewakilinya untuk menyerahkan nyawa kepada kami!”

“Mo-ko dan Mo-li!” Cia Keng Hong membentak. “Caramu amat curang! Kalau kalian menantang mendiang Panglima The Hoo, biarlah saya sekalian yang menjadi wakilnya. Kau bebaskan Yap In Hong dan mari kita selesaikan dengan kepandaian antara kita.”

“Kong-kong! Dua iblis itu juga menahan paman Cia Bun Houw!” Tiba-tiba terdengar suara Lie Seng berteriak.

Mendengar ini berkerut kening ketua Cin-ling-pai. Sungguh dia belum tahu bahwa puteranya juga tertawan. Kini dia memandang tajam kepada mereka dan bertanya, 

“Benarkah itu?”

“Benar, dan engkau hanya dapat membebaskan puteramu melalui mayat kami!” kata Hek-hiat Mo-li dan langsung nenek ini menerjang dengan tongkatnya.

“Bagus, kalau begitu terpaksa hari ini aku melenyapkan kalian!” 

Cia Keng Hong berkata sambil mengelak dan balas menyerang. Maka berlangsunglah pertandingan yang amat seru dan mengagumkan antara ketua Cin-ling-pai dan kedua orang kakek dan nenek iblis itu.

Cia Keng Hong adalah scorang pendekar sakti yang amat tinggi kepandaiannya. Biarpun usianya sudah kurang lebih enam puluh lima tahun, namun kehidupan yang bersih membuat tubuhnya masih tegap dan kuat, kesehatannya baik sekali sehingga biarpun sudah lama dia tidak pernah terjun ke dunia kang-ouw, namun gerakan-gerakannya ketika bertanding tidak kelihatan kaku karena dia selalu berlatih diri di puncak Cin-ling-pai. 

Dengan ilmunya yang amat tinggi, yaitu Ilmu Silat Thai-kek-sin-kun, dia menghadapi tongkat kakek dan nenek itu dan selalu dapat menghindarkan diri dengan mudah, sebaliknya dia telah mendesak dua orang lawannya dengan pukulan-pukulan sakti dari Thai-kek-sin-kun. 


  SELANJUTNYA 

Komentar