DEWI MAUT JILID 038

 “Perlahan dulu, Yap-kouwnio (nona Yap)!”

In Hong menghentikan langkahnya, menengok den melihat bahwa yang memanggilnya itu adalah nenek tua berpakaian hitam yang menggandeng tangan gadis cantik berpakaian Tibet itu.

In Hong mengerutkan alisnya. Hatinya tidak senang. Tadi dia mencari Can Pouw tanpa hasil dan setelah mengambil buntalan pakaiannya di rumah penginapan, dia lalu pergi meninggalkan kota Wu-han tanpa menanti temannya yang entah ke mana perginya itu. Pula, diapun sudah tidak mempunyai urusan sesuatu dengan pencopet itu dan dia perlu melanjutkan perjalanannya merantau. Kini, baru saja tiba di luar kota Wu-han yang sepi, dia disusul oleh nenek berpakaian hitam itu. 

“Apakah keperluanmu menyusul aku, Go-bi Sin-kouw?” tegurnya dengan suara dingin.

“Heh-heh-he-he-he!” Nenek itu terkekeh sambil memukul-mukulkan ujung tongkat bututnya ke atas tanah. “Si Jari Seribu itu bukan hanya panjang tangannya, akan tetapi juga panjang mulutnya, ha-ha-ha. Tentu dia yang menceritakan kepadamu tentang namaku dan tentang muridku Yalima ini.”

In Hong menjawab, 
“Memang dia yang menceritakan kepadaku, lantas apa hubungannya dengan kedatanganmu menyusulku ini?”

“Wah-wah, engkau hebat, dingin dan keras! Semuda ini engkau sudah hebat nona Yap In Hong. Ketahuilah diantara engkau dan aku masih ada hubungan dekat, sungguhpun agaknya engkau tidak memperdulikan hubungan keluarga.”

In Hong menjadi heran. 
“Hubungan apakah, Go-bi Sin-kouw?”

“Heh-heh, engkau adik kandung Yap Kun Liong, bukan? Nah, Kun Liong itu adalah mantuku! Isterinya, Pek Hong Ing, adalah muridku yang tersayang seperti anakku sendiri.”

In Hong mengangguk-angguk. 
“Hemm... begitukah kiranya? Akan tetapi aku tidak tertarik, Go-bi Sin-kouw, seperti telah kukatakan kepada orang Cin-ling-pai tadi, aku tidak mempunyai urusan dengan Yap Kun Liong atau isterinya.”

Kembali nenek itu tertawa dan mengacungkan ibu jari tangannya. 
“Bagus... bagus sekali. Kau memang hebat luar biasa! Aku setuju sekali! Akupun tidak suka kepada manusia-manusia sombong itu, dan agaknya adiknyapun tentu bukan manusia baik-baik!”

“Subo, Houw-koko adalah seorang laki-laki sejati yang amat baik! Enci In Hong, aku tidak bisa menerima fitnah yang kau lontarkan kepada kakak Cia Bun Houw tadi. Dia bukan seorang penggoda wanita, dia seorang jantan yang gagah perkasa dan sama sekali bukan perayu wanita!” 

Yalima memprotes dengan suara keras dan memandang In Hong dengan sepasang matanya yang bulat dan bening indah.

In Hong memandang wajah itu dan harus mengakui bahwa dara remaja ini amat cantik dan manis. Dia tersenyum mengejek. 

“Hemm, engkau masih terlalu kecil untuk mengenal kepalsuan pria, adikku! Engkau memuja laki-laki bernama Cia Bun Houw itu, dan mengira dia mencintaimu, bukan? Akan tetapi tahukah engkau mengapa dia dipanggil pulang oleh orang tuanya dari Tibet?”

“Ya, mengapa... enci? Aku tidak tahu mengapa dia pergi meninggalkan aku...” Yalima bertanya penuh gairah mendengar ada orang tahu tentang urusan kekasihnya itu.

“Dia dipanggil pulang untuk dijodohkan dengan wanita lain, bukan dengan engkau!”

“Aihhhhh...!” Yalima menjerit lirih dan mukanya menjadi pucat. “Ti... tidak benar itu...!”

In Hong tersenyum mengejek. 
“Kau bilang tidak benar? Kau tahu siapa wanita yang akan dijodohkan dengan perayumu yang bagus itu? Akulah orangnya! Akan tetapi aku tidak sudi, apalagi setelah mendengar tentang hubungannya dengan engkau.”

“Aihhh...!” Yalima kembali menjerit. “Enci... katakan, dimana dia? Dimana aku dapat bertemu dengan Houw-ko? Subo, bawalah aku menemui dia...” Dia meratap dan Go-bi Sin-kouw membentaknya.

“Diamlah dulu, anak cengeng!” Yalima diam dengan muka pucat, matanya seperti mata seekor kelinci diancam harimau.

“Engkau memang benar kalau menolaknya, Yap-kouwnio. Laki-laki memang mahluk jahat yang membikin celaka wanita saja. Akan tetapi aku tidak boleh tinggal diam saja melihat dia yang telah menjadi muridku ini dipermainkan! Maukah engkau membantuku, kouwnio?”

“Membantu bagaimana?”

“Engkau adalah saksi utama bahwa Cia Bun Houw itu telah berpacaran dengan muridku Yalima ini, dan yang dijodohkan dengan dia sudah terang-terangan menolak, bukan?”

“Benar! Aku bukan boneka atau binatang yang boleb dijodoh-jodohkan diluar kehendakku begitu saja.”

“Cocok dengan aku, heh-heh-heh! Karena itu aku minta bantuanmu, kouwnio. Aku hendak menemui wanita galak itu, akan kutuntut agar adiknya itu mengawini Yalima dan engkau menjadi saksinya bahwa adiknya itu tidak lagi bertunangan denganmu melainkan sudah bertunangan dengan Yalima muridku. Kemudian aku akan menemui muridku, Pek Hong Ing, agar membujuk suaminya yaitu kakak kandungmu, agar membatalkan tali perjodohan antara engkau dan Cia Bun Houw.”

In Hong mengerutkan alisnya dan menjawab dengan ragu-ragu, 
“Ini... ini... bukan urusanku, kau lakukanlah sendiri, Go-bi Sin-kouw!”

“Heh-heh-heh... tadinya aku percaya bahwa engkau adalah seorang wanita gagah dan berhati baja seperti aku di waktu muda dahulu, Yap-kouwnio. Akan tetapi kini kau ragu-ragu, apakah engkau menyayangkan tali perjodohanmu itu putus?”

“Jangan sembarangan membuka mulut!” In Hong membentak sambil mengepal tangan.

“Heh-heh-heh, aku bukan bermaksud menghina. Akan tetapi kalau kouwnio benar-benar tidak sudi menjadi jodoh laki-laki palsu dan penggoda wanita itu, tentu kouwnio akan suka membantu memutuskan ikatan jodoh itu dan memaksa keluarga laki-laki itu untuk tidak menyia-nyiakan Yalima.”

Yalima memang pandai berbahasa Han, akan tetapi percakapan yang agak sulit ini tidak begitu dimengertinya. hanya dia menduga bahwa mereka membicarakan tentang ikatan perjodohannya dengan pria yang dicintanya, maka diapun berkata dengan suara memohon kepada In Hong, 

“Enci In Hong, harap engkau suka membantu subo dan menolongku. Aku lebih suka mati kalau tidak dapat bertemu dengan Houw-koko.”

Setelah berpikir sejenak sambil menggigit-gigit bibirnya, akhirnya In Hong mengangguk dan berkata, 

“Baiklah, aku akan membantumu menemui mereka, akan tetapi tidak ada persekutuan apa-apa di antara kita, Go-bi Sin-kouw, hanya untuk urusan pemutusan ikatan perjodohan dan mengalihkan menjadi ikatan perjodohan Yalima.”

“Heh-heh-heh, tentu saja. Akupun hanya akan memperjuangkan hak kaum wanita agar jangan dijadikan bahan permainan kaum pria!” 

Nenek yang sudah bangkotan dan penuh pengalaman ini tentu saja segera dapat mengenal watak In Hong yang tidak suka kepada kaum pria, apalagi karena diapun sudah melihat hiasan burung hong di rambut dara itu dan menduga bahwa tentu In Hong ini ada hubungannya dengan Giok-hong-pang yang terkenal sebagai perkumpulan wanita pembenci pria yang kabarnya dipimpin oleh seorang wanita yang amat tinggi kepandaiannya.

Maka berangkatlah mereka bertiga melakukan perjalanan dan kembali In Hong mempunyai seorang teman seperjalanan dalam perantauannya, seorang teman yang jauh berbeda dengan temannya yang pertama yaitu Si Malaikat Copet. 

Untung di situ terdapat Yalima yang makin lama makin menarik dan menyenangkan hatinya karena dara Tibet ini benar-benar murni, wajar, polos dan jujur. Wataknya bersih sekali dan membuat In Hong menjadi kagum. Dia tidak menjadi heranlah kalau ada laki-laki seperti putera Cin-ling-pai itu tergila-gila kepada seorang dara seperti ini, akan tetapi kalau sampai Cia Bun Houw mempermainkan seorang gadis suci seperti ini, dia akan menghalanginya dan akan memaksa pemuda itu mengawininya! Dengan adanya Yalima di sampingnya, perjalanan bersama nenek yang mengerikan itu menjadi menyenangkan juga bagi In Hong. 

Di lain fihak, Yalima yang berwatak polos menganggap In Hong seorang wanita yang gagah perkasa dan berbudi mulia seperti watak kekasihnya, hanya bedanya In Hong adalah seorang wanita yang amat menaruh perhatian kepadanya dan suka membela kepentingan hidupnya. Maka dia berterima kasih sekali kepada In Hong dan di dalam hatinya tumbuh benih persahabatan yang akrab terhadap gadis ini.


  • SELANJUTNYA 

Komentar